Korea Utara Sensor Gol Bintang PSG di Piala Dunia Antarklub 2025, Wajahnya Diblur

Media Korea Utara Kembali Sensor Laga Paris Saint-Germain di Piala Dunia Antarklub 2025

Penyensoran Media Korea Utara terhadap Laga PSG

Media Korea Utara kembali menjadi sorotan setelah mereka menyensor laga Paris Saint-Germain (PSG) di Piala Dunia Antarklub 2025. Gol yang dicetak oleh pemain asal Korea Selatan, Lee Kang-in, tidak ditampilkan secara utuh dalam tayangan tersebut. Pertandingan antara PSG melawan Atletico Madrid baru disiarkan lima hari setelah laga berakhir, yang berlangsung di Rose Bowl, Los Angeles.

Kendali Pemerintah atas Informasi Publik

PSG berhasil meraih kemenangan telak 4-0, dengan Lee Kang-in mencetak gol keempat lewat tendangan penalti. Namun, dalam tayangan versi Pyongyang, wajah dan nomor punggung Lee disamarkan secara digital. Kejadian ini memperlihatkan betapa kuatnya kendali pemerintah terhadap informasi yang disampaikan ke publik. Prestasi atlet Korea Selatan seringkali disembunyikan dari tayangan resmi.

Sensor pada Atlet Korea Selatan

Sensor seperti ini bukan hal baru dalam siaran olahraga Korea Utara. Mereka cenderung menyunting tayangan apabila melibatkan atlet asal Korea Selatan, seperti Son Heung-min atau Hwang Hee-chan. Bahkan, dalam tayangan Piala Dunia 2022 dan Piala Asia Wanita U-17 tahun lalu, Korean Central Television (KCTV) juga menyamarkan bendera Korea Selatan dan menyebut tim lawan sebagai “skuad boneka Korea Selatan.”

Kendali Penuh Partai Buruh atas Media di Korea Utara

Media di Korea Utara dikendalikan sepenuhnya oleh Partai Buruh. Setiap tayangan, termasuk siaran olahraga, digunakan untuk memperkuat narasi ideologis pemerintah. Tujuannya adalah menjaga citra nasional dan membatasi pengaruh luar. Keberhasilan negara tetangga seperti Korea Selatan dianggap berpotensi merusak propaganda yang dibangun.

Reaksi Terhadap Pencapaian Negara Tetangga

Dengan menyensor Lee Kang-in, rezim Korea Utara tampaknya tidak sekadar menulis ulang sejarah. Mereka juga secara aktif menghapus pencapaian negara tetangganya dari pandangan rakyatnya. Pada tahun 2010, rakyat Korea Utara bahkan diberi informasi bahwa Portugal memenangkan Piala Dunia, bukan Spanyol, sebagai bentuk dukungan terhadap narasi bahwa Korea Utara tersingkir oleh “juara dunia.”

Kejadian ini memberikan gambaran tentang bagaimana kontrol pemerintah terhadap informasi dapat memengaruhi persepsi publik terhadap dunia luar. Kebebasan informasi dan kebebasan berekspresi menjadi hal penting yang masih harus diperjuangkan di beberapa negara, termasuk Korea Utara. Hal ini juga menunjukkan pentingnya transparansi dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.

Meskipun upaya sensor seperti ini dilakukan, para penggemar sepak bola dan pencinta olahraga tetap memiliki akses ke informasi melalui berbagai sumber alternatif. Kebebasan informasi dapat membantu masyarakat untuk memiliki pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang berbagai peristiwa di dunia olahraga internasional.

Perkembangan Media Korea Utara dan Kontrol Informasi

Penyensoran yang dilakukan oleh media Korea Utara terhadap laga Paris Saint-Germain di Piala Dunia Antarklub 2025 merupakan bagian dari pola kontrol informasi yang telah lama dilakukan oleh rezim di negara tersebut. Media di Korea Utara tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan informasi, tetapi juga sebagai alat untuk memperkuat propaganda pemerintah dan menjaga kestabilan rezim.

Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan akses informasi di Korea Utara telah mengalami perubahan yang signifikan. Meskipun pemerintah secara ketat mengontrol akses ke internet dan media asing, semakin banyak warga negara Korea Utara yang memiliki akses ilegal terhadap informasi dari luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk membatasi informasi tidak selalu efektif dalam era digital saat ini.

Dampak Kontrol Informasi Terhadap Masyarakat Korea Utara

Kendali penuh Partai Buruh atas media di Korea Utara juga berdampak pada pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap dunia luar. Dengan penyensoran yang dilakukan terhadap prestasi atlet Korea Selatan seperti Lee Kang-in, rakyat Korea Utara sulit untuk mendapatkan gambaran yang objektif tentang keberhasilan negara tetangga mereka. Hal ini dapat memperkuat isolasi dan ketidakmengertian terhadap realitas internasional.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan akses informasi yang semakin meluas, masyarakat Korea Utara juga semakin terbuka terhadap informasi dari luar. Meskipun dalam keterbatasan, upaya untuk menyebarkan informasi alternatif dan memperluas wawasan masyarakat tentang dunia luar dapat membantu mengurangi dampak kontrol informasi yang dilakukan oleh pemerintah.

Perlunya Kebebasan Informasi dan Transparansi

Kejadian penyensoran laga PSG oleh media Korea Utara juga menunjukkan pentingnya kebebasan informasi dan transparansi dalam menyajikan berita kepada masyarakat. Dengan akses informasi yang terbuka, masyarakat dapat memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang berbagai peristiwa di dunia, termasuk dalam bidang olahraga.

Berbagai sumber informasi alternatif seperti media daring dan platform sosial juga memainkan peran penting dalam memastikan bahwa informasi dapat tersebar secara luas tanpa adanya penyensoran yang tidak adil. Dengan demikian, masyarakat memiliki kesempatan untuk membentuk opini dan pandangan mereka sendiri tanpa terpengaruh oleh narasi yang disusun oleh pemerintah.

Akses Informasi sebagai Hak Asasi Manusia

Di era informasi saat ini, akses terhadap informasi dianggap sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi merupakan bagian dari hak setiap individu untuk memiliki pengetahuan yang luas dan beragam. Kontrol informasi yang dilakukan oleh pemerintah, seperti yang terjadi di Korea Utara, merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat internasional untuk terus memperjuangkan kebebasan informasi dan transparansi sebagai prinsip dasar dalam menyokong kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia. Dengan akses informasi yang terbuka dan luas, masyarakat dapat menjadi lebih cerdas, kritis, dan terinformasi dalam menghadapi berbagai realitas dunia yang terus berkembang.

Melalui upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebebasan informasi dan mengkritisi praktik kontrol informasi yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dapat bersama-sama memperjuangkan hak-hak asasi manusia yang mendasar dan menciptakan lingkungan informasi yang lebih demokratis dan inklusif.