Liputan6.com, Jakarta Marcus Rashford melontarkan kritik tajam terhadap arah kebijakan Manchester United sejak kepergian Sir Alex Ferguson pada 2013. Menurutnya, strategi klub terlalu bersifat reaksi sesaat dan tidak memiliki prinsip jangka panjang yang jelas.
Pemain yang kini dipinjamkan ke Barcelona itu menyebut pergantian manajer yang terlalu sering membuat tim terjebak di “no man’s land” atau situasi tanpa arah pasti. United telah menunjuk tujuh manajer permanen dalam 11 tahun terakhir, termasuk Ruben Amorim yang menggantikan Erik ten Hag pada November lalu.
Rashford mengaku pandangannya terbentuk dari pengalamannya meniti karier di akademi United sejak usia tujuh tahun, meski ia belum pernah bermain di tim utama saat Ferguson masih berkuasa.
Dalam wawancara di podcast Rest is Football, Rashford mengungkapkan bahwa di era Ferguson, prinsip bermain tidak hanya berlaku bagi tim utama, tetapi juga seluruh akademi. Menurutnya, hal itu menciptakan kesinambungan yang bisa bertahan selama bertahun-tahun.
Ia menilai setelah Ferguson pensiun, United kehilangan fondasi tersebut karena setiap manajer membawa ide dan strategi berbeda. Hal ini membuat klub tidak pernah memulai “transisi” yang sering disebut-sebut.
“Untuk bisa disebut transisi, Anda harus memulainya. Rasanya transisi itu bahkan belum dimulai,” ujar Rashford.Sejak 2013, Ole Gunnar Solskjaer menjadi manajer terlama dengan masa jabatan tiga tahun, namun United tetap gagal meraih gelar liga. Gelar terakhir Premier League mereka datang pada musim terakhir Ferguson, 2012-13.
Rashford menilai pergantian manajer yang terus-menerus membuat arah klub kerap berubah. Meskipun ada peluang memenangkan turnamen piala, menurutnya itu lebih karena kualitas individu pelatih dan pemain, bukan strategi jangka panjang yang solid.
“Jika arah selalu berubah, Anda tidak bisa berharap memenangkan liga. Anda berakhir di no man’s land,” tegasnya.Rashford menegaskan bahwa kegagalan United mempertahankan konsistensi juga terasa menyakitkan baginya secara pribadi. Ia bukan hanya pemain, tetapi juga seorang pendukung klub sejak kecil.
Ia berharap ke depan United bisa kembali memiliki prinsip permainan yang jelas, sehingga setiap pelatih dan pemain baru dapat beradaptasi dan menambah kekuatan tim tanpa mengubah identitas klub.
“Sebagai pemain dan sebagai fan, rasanya 100 persen menyakitkan melihat klub seperti ini,” tutup Rashford.